PEMANFAATAN OLI BEKAS DENGAN PENCAMPURAN MINYAK TANAH SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA ATOMIZING BURNER
Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 156 - 168
THE USE OF TRACE OIL WITH PETROLEUM BLANDED
AS FUEL IN BURNER ATOMIZING
Wahyu Purwo Raharjo
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan Surakarta
ABSTRAK
Selama ini oli bekas belum dimanfaatkan secara optimal, baru digunakan untuk membakar batu kapur. Saat ini terdapat metode alternatif mntuk mendaur ulang pelumas bekas ini yaitu dengan menambahkan asam sulfat pekat dan lempung, serta dengan mendistilasikannya hingga temperatur 200oC. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mencampurkannya dengan bahan bakar lain yang lebih encer, seperti minyak tanah. Pelumas bekas yang telah dicampur dengan minyak tanah selanjutnya dipakai sebagai bahan bakar menggunakan atomizing burner bertekanan tinggi. Dalam penelitian ini oli bekas dicampurkan dengan minyak tanah dengan perbandingan volume minyak tanah 10%, 20%, 30% dan 40%. Kebutuhan udara selama pembakaran berasal dari blower dengan debit udara 8m2/s. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kadar campuran minyak tanah pada oli bekas terhadap sifat-sifat fisik bahan bakar dan temperatur pembakaran. Dari penelitian diperoleh bahwa kadar campuran minyak tanah yang semakin tinggi akan menurunkan viskositas serta titik nyala bahan bakar. Nilai kalor bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar campuran. Dari pembakaran bahan bakar hasil perlakuan, didapatkan bahwa temperatur paling tinggi diperoleh pada titik tengah nyala api. Temperatur paling tinggi diperoleh pada campuran 30% dan terendah pada campuran 10%.
Kata Kunci: Pelumas bekas, destilasi, atomizing burner, dan viskositas.
ABSTRACT
So far the used lubricating oil has not been utilized optimally, it has been used for burning in limekiln. There are alternative methods to recycle i.e. by adding concentrated H2SO4 and clay, and by distilling it up to 200oC. The other method which can be done is by mixing it with the lighter fuel, like kerosene. Then the used lubricating oil mixed by kerosene is used as fuel using a high pressure atomizing burner. In this research, the used lubricating oil is mixed with 10%, 20%, 30% and 40% volume of kerosene. The air required for the combustion is supplied from the blower with air flow rate 8 m2/s. The aim of this research is to study the effect of variation of kerosene content in the used lubricating oil-kerosene mixture on the physical properties of the fuel and combustion temperature. From this research, it indicates that the higher percentage of kerosene, the lower fuel viscosity and flash point. The heat value of fuel raise with the increase of the kerosene content. From the combustion of fuel, the highest temperature is obtained in the center point of the flame. The highest temperature is resulted from the mixture of 30% kerosene and the lowest temperature is from the
mixture of 10% kerosene.
Keywords: Used lubricating oil, distillation, atomizing burner, and viscosity.
PENDAHULUAN
Kenaikan harga minyak mentah di pasaran internasional yang melampaui 70 dollar AS per barel (Indartono, 2005) benarbenar menyulitkan Pemerintah Indonesia dimana pada APBN 2005 harga minyak diasumsikan hanya sebesar 24 dollar AS per barel. Pemerintah berada dalam posisi yang dilematis. Kebijak-sanaan untuk menaikkan harga penjualan BBM di dalam negeri walaupun dapat mengurangi subsidi namun dampaknya akan dirasakan lang-sung oleh masyarakat maupun industri kecil yang sangat besar ketergantungannya di bidang transportasi dan energi. Sementara itu dengan tidak menaikkan harga BBM, dengan harga minyak dunia yang tinggi, subsidi yang diberikan Pemerintah akan membesar sehingga mengurangi kemampuan untuk membiayai pemba-ngunan di sektor lain.
Hal ini secara jelas membuktikan bahwa Indonesia sudah merupakan net oil importer country dimana walaupun merupakan negara pengekspor minyak namun kebutuhan BBM di Indonesia sudah sedemikian tinggi sehingga perlu mengimpor minyak dalam jumlah besar. Sejak mencapai puncaknya pada tahun 1980-an, produksi minyak Indonesia yang pada waktu itu 1,6 juta barel/hari terus menurun hingga menjadi hanya 1,2 juta barel/hari. Sementara itu pertum-buhan konsumsi energi dalam negeri mencapai 10 % per tahun (Indartono, 2005).
Walaupun tidak dikategorikan sebagai bahan bakar minyak namun minyak pelumas sangat penting dikaitkan dengan bidang otomotif dan industri. Berdasarkan sumber dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas), konsumsi minyak pelumas (oli) di Indonesia, baik untuk otomotif maupun mesin-mesin industri mencapai 650 juta liter per tahun dengan peningkatan sekitar 7-10 persen per tahun. Dengan asumsi oli yang terbakar atau terbuang dalam pemakaian mencapai 20%, maka dalam satu tahun diperoleh supply oli bekas sebesar 520 juta liter per tahun atau 1.420 kiloliter per hari.
Selama ini minyak pelumas bekas, selain dibuang, dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada industri batu gamping atau dibakar begitu saja. Pemba-karan minyak pelumas bekas secara langsung
dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran udara yang tinggi. Proses untuk membakar oli bekas sangat sulit, hal ini karena ikatan karbon dalam oli bekas yang panjang sehingga sulit dalam pemecahannya (cracking). Selain itu dalam oli bekas terdapat kontaminan baik secara fisik (debris logam dan abu) maupun secara kimiawi (pelarut dan air).
Salah satu proses treatment yang mudah adalah dengan mencampur oli bekas dengan minyak tanah. Dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh kadar campuran oli bekas- minyak tanah terhadap sifat-sifat fisik bahan bakar dan temperatur pembakaran.
Oli biasanya diperoleh dari pengolahan minyak bumi yang dilakukan melalui proses destilasi bertingkat berdasarkan perbedaan titik didihnya. Pada saat ini oli dapat juga dihasilkan dari sampah plastik polietilena melalui proses pirolisis (Justiana dan Hardanie, 2005). Polietilena lebih dikenal sebagai bahan untuk membuat botol plastik.
Menurut US Environmental Protection Agency (EPA’s), proses pembuatan oli melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Distilasi
2. Deasphalting untuk menghilangkan kandungan aspal dalam minyak
3. Hidrogenasi untuk menaikkan viskositas dan kualitas
4. Pencampuran katalis untuk menghilangkan lilin dan menaikkan temperatur pelumas parafin
5. Clay or hydrogen finishing untuk meningkatkan warna, stabilitas dan kualitas oli pelumas
Sifat-sifat fisik minyak, termasuk pelumas, secara umum meliputi:
1. Specific Gravity dan Degrees API
Spesific gravity merupakan perbandingan berat dari volume bahan bakar dibagi dengan berat air pada volume yang sama dan diukur pada temperatur yang sama. Derajat API merupakan standard industri yang secara luas digunakan untuk mengukur spesific gravity dari bahan bakar cair.
SpGr merupakan spesific grafity bahan bakar cair, sedangkan 60º/60ºF menyatakan bahwa Deg API diukur pada temperatur 60 ºF (15,6 ºC).
2. Nilai Kalor (Heating Value)
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada keadaan baku.
Nilai kalor atas (high heating value) adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap
dan temperatur 25 ºC, apabila semua air yang mula-mula berwujud cair setelah pembakaran mengem-bun menjadi cair kembali.
HHV = 22.320 - (3.780 × SG2) Btu/lb (2)
Nilai kalor bawah (low heating value) adalah kalor yang besarnya sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk menguap pada 25 ºC dan tekanan tetap.
LHV= 19.960(3.780×SG2) +(1.362×SG)Btu/lb (3)
3. Flash dan fire point
Titik nyala (flash point) dari suatu cairan bahan bakar adalah temperatur minimum fluida pada waktu uap yang keluar dari permukaan fluida langsung akan terbakar dengan sendirinya oleh udara di sekililingnya disertai kilatan cahaya. Titik nyala api (fire point) adalah temperatur di atas permukaan fluida pada waktu uap yang keluar akan terbakar secara kontinyu bila nyala api didekatkan padanya.
4. Kekentalan (viscosity)
Satuan dari viskositas dalam sistem cgs adalah poise (1 poise = 1 gr/sec.cm).
Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan dari bahan bakar cair. Viskositas merupakan karakteristik bahan bakar cair yang sangat penting dalam proses pembakaran, terutama pada proses pengabutan.
Sebagai pelumas, oli mempunyai beberapa persyaratan dalam pemakaian yaitu viskositas yang sesuai, indeks viskositas yang relatif rendah, ketahanan terhadap pembentukan karbon dan oksidasi serta ketahanan terhadap tekanan (Crouse, 1946).
Pada kendaraan bermotor oli dipakai untuk melumasi dinding silinder dari gesekan dengan piston, melumasi roda gigi pada bak persneling (gearbox) dan bagian-bagian poros gardan (cardan shaft). Pada motor dua-langkah, pelumas dicampurkan dengan bahan bakar untuk melumasi dinding silinder, yang dikenal sebagai oli samping. Oli samping ini ikut terbakar bersama bahan bakar.
Setelah pemakaian dalam jangka waktu tertentu, akibat panas dan tekanan yang tinggi, oli tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan sehingga harus diganti dengan yang baru. Seiring dengan perkembangan di bidang transportasi dan industri, pemakaian minyak pelumas makin meningkat. Meningkatnya kebu-tuhan minyak pelumas berarti juga makin banyak minyak pelumas bekas yang dibuang. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran adanya pencemaran lingkungan apabila minyak pelumas dibuang di sembarang tempat.
Penelitian oleh Marzani (1997) menunjukkan bahwa pembakaran pelumas bekas dengan cara penguapan menggunakan incinerator menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih bersih.
Untuk menggunakan oli bekas sebagai bahan bakar diperlukan perlakuan (treatment) terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh karakteristik bahan bakar yang baik terutama dalam kemudahan penyalaan dan temperatur pembakaran. Prayitno (1999) meneliti kemungkinan minyak pelumas bekas dapat digunakan sebagai minyak bakar dengan penambahan asam sulfat, lempung serta fuel oil. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk mengurangi kandungan senyawa olefin, aromatik maupun senyawa nonhidrokarbon yang terdapat dalam minyak pelumas bekas. Penambahan lempung bertujuan untuk mengendapkan kotoran, mengabsorb senyawa sulfur dan memperbaiki warna. Walaupun biayanya relatif murah namun proses pengolahan pelumas bekas dengan metode ini memiliki beberapa resiko. H2SO4 yang sudah tidak terpakai akan menimbulkan pencemaran baru apabila dibuang sembarangan, demikian pula lempung yang telah tercampur dengan kotoran dan senyawa sulfur.
Dari penelitian Purwono (1999) didapatkan bahwa minyak pelumas bekas dapat dapat didaur ulang (didestilasi). Hasil atas berada di antara fraksi solar dan fraksi Industrial Diesel Oil (IDO) sementara hasil bawah berupa minyak pelumas yang dapat dimanfaatkan setelah ditambahkan aditif. Viskositas sangat penting karena mempengaruhi proses atomisasi. Proses atomisasi akan mempengaruhi karakteristik api yang dihasilkan pada pembakaran bahan bakar cair.
Viskositas yang tinggi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dengan momentum tinggi dan memiliki kecenderungan untuk bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan meningkatkan deposit dan emisi mesin. Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar mampu mengalir dan teratomisasi dengan mudah.